Jumat, 28 Januari 2011

Urgensi Pendidikan Karakter

Praktik plagiarisme, pemalsuan ijazah, perjokian, tawuran antar pelajar dan berbagai kasus yang mencoreng dunia pendidikan akhir-akhir ini, menimbulkan keprihatinan masyarakat. Bagaimana tidak, dunia pendidikan selama ini diharapkan menjadi satu-satunya tumpuan akhir penjaga nilai-nilai kejujuran dan susila. Tetapi kenyataanya, virus ketidakjujuran dan budaya menerabas itu sudah menyerang dunia pendidikan. Jika demikian, ke mana lagi masyarakat mencari tumpuan ketika mengalami krisis moralitas dan kejujuran? Langkah apa yang harus dilakukan stakeholder pendidikan, guna mengentaskan krisis moralitas dan ketidakjujuran dalam pendidikan?

Maraknya praktik plagiarisme dan budaya ketidakjujuran dalam pendidikan, kata Mendiknas Muhammad Nuh (2010), menandakan mulai lunturnya nilai-nilai susial dan moralitas. Solusi mengatasinya, lanjut Muhammad Nuh, dunia pendidikan harus melakukan revitalisasi pendidikan karakter, mulai dari tingkat dasar (SD-SLTA) hingga universitas/perguruan tinggi (PT).

Menurut Doni Koesuma (2009), pendidikan karakter merupakan sebuah usaha untuk menghidupkan kembali pedagogi ideal-spiritual yang sempat hilang lantaran diterjang gelombang positivisme ala Comte.Pedagog Jerman, FW Foerstar (1869-1966), adalah orang yang mula-mula menekankan pentingnya pendidikan karakter. Bagi Foerster, karakter merupakan sesuatu yang mengualifikasi seorang pribadi. Karakter menjadi identitas yang mengatasi pengalaman kontingen yang selalu berubah.

Sebagai aspek terpenting dalam pembentukan karakter, pendidikan harus mampu mendorong anak didik melakukan proses pendakian terjal (the ascent of man). Itu karena dalam diri anak didik terdapat dua dorongan esensial; yaitu dorongan mempertahankan diri dalam lingkungan eksternal yang ditandai dengan perubahan cepat, serta dorongan mengembangkan diri atau dorongan untuk belajar terus guna mencapai cita-cita tertentu. Ketika anak didik telah mampu menyeimbangkan dua dorongan esensial itu, maka ia akan menjadi pribadi dengan karakter yang matang. Dan dari kematangan karakter inilah, kualitas seorang pribadi diukur.

Sumber Referensi : http://aguswibowo82.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar